Selanjutnya...

Tuesday, July 11, 2006

 

Bodohkah dewa...?**
akhirudin_milan@yahoo.com*







Disebuah negeri nan jauh…
Duduk seorang diri disini pagi hari disaat sang matahari menyinari komisariat tercintaku -yang merupakan rumah kedua bagiku dan teman- teman seperjuanganku-. Disaat saudara- saudara aku berangkat ke “gudang ilmu” tuk melakukan pergulatan intelektual. Aku malah disini, yang sebenarnya pun harus menjalankan amanah dari orang tua atau melakukan seperti yang dilakukan oleh saudara- saudaraku. Aku sudah lama tinggal di rumah keduaku ini sejak melakukan suatu proses yang katanya bernama pengkaderan biasanya lebih familier dengan kata DAD –Darul Arqam Dasar-.
Mempunyai saudara baru, lingkungan baru, pengalaman baru sampai duka yang baru aku temukan dirumah kedua aku ini. Rumah yang dibangun oleh kakak- kakak dengan serentetan perjuangan dan dilandasi dengan kekeluargaan sejak dulu, sekarang aku dan saudara- saudaraku yang menikmatinya. Alhamdulillah memang….Proses berjalan dengan seiring waktu berganti, kakak- kakak yang mendidik sejak aku resmi menjadi keluarga, mengajari aku dengan sabar ketika aku tidak tau atau membenarkan ketika aku salah, semuanya pergi. Dengan iringan waktu dan keharusan meninggalkan aku. Dan ini pasti akan terjadi padaku pula disaat waktu sudah menentukan aku harus pergi. Pikirku….pasti! Keberadan kakak- kakak yang dulunya ada, diganti oleh saudara yang lebih muda yang sekarang menjadi adik- adik bagiku untuk tetap menghidup- hidupi rumah ini. Tentunya merawat, melestarikan dan bahkan me- renovasi- nya agar lebih besar dan bagus. Tapi itu tidaklah mudah (ucap batinku dalam hati…). Dan tentunya tidak hanya itu saja ! Melanjutkan rintisan perjuangan pun sudah langkah pasti ! Perjuangan Abadi ! . Proses dan waktu berjalan….
Mencoba merenungi…

Di negeri seribu satu perjuangan
Seorang manusia yang tadinya suka akan kehidupannya, entah karena apa….
Sekarang menjadi Dewa. Ya, bagi sebagian orang yang kadang sampai memperebutkannya
karena dengan menjadi Dewa bisa berbuat apa saja mendapatkan apa saja

Tapi Seorang tadi tidak begitu merasakan…
Dengan menjadi Dewa seperti diposisi yang bodoh,...
Tidak bisa bermain dengan manusia biasa yang ada di bumi
Sebuah posisi yang men”jemu”kan karena hanya duduk dan bermain di Kayangan..

Tidak peka,
Ketika orang- orang bumi punya realita sosial yang menyedihkan dan ketidakmampuan akan sesuatu.

Tidak mendengar,
Ketika orang- orang bumi berteriak membutuhkan pertolongan

Tidak melihat,
Ketika orang- orang bumi sedang tertimpa musibah, masalah, kesulitan…

Tidak merasakan,
Ketika orang- orang bumi tertimpa kesengsaraan dan penderitaan.

Dan Tidak bisa berkomunikasi, dengan kehidupan manusia dibumi…
Tidak! Tidak begitu, semestinya…..

Seorang Dewa seharusnya bisa mewujudkan apa saja yang dibutuhkan manusia
karena punya kelebihan yang tak dipunya oleh manusia
Tapi Dewa ini tidak bisa melakukannya….

Sesungguhnya Dewa apakah Engkau ???

Dewa hujan? Engkau tidak bisa turunkan hujan sehingga orang bumi bisa merasakan guyuran hujan-Mu.

“Berarti tidak” kata orang bumi.

…Dewa Angin? Engkau tidak bisa mendatangkan Angin, sehingga orang bumi dapat menikmati udara segar.

..”Berarti tidak!” teriak orang bumi lagi.

Dewa Kasih sayang? Engkau tak bisa memberikan kasih sayang…bahkan tidak peka terhadap keadaan realita sosial orang bumi.

Atau…Dewa Kepandaian? Engkau juga tidak pandai, nyatanya engkau tidak bisa mengatasi masalah yang dihadapi oleh manusia bumi. Berarti….

“Tidak”, sambil menggelengkan kepala.

….Dee..wa…dewa kemakmuran!…. (?) sambil menyakinkan lagi. “Memakmurkan yang mana engkau”? Tanya manusia. Eee…em.. (sambil berpikir mencari jawaban).

“Tidak!” teriak sang manusia (sambil mulai putus asa).

…..……….(keduanya diam)

“Sudahlah…..” kata manusia sambil menggelengkan kepala dan mulai pergi.

Sang Dewa masih termangu dan “pasrah”….

Dan, sang Dewa masih tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh manusia tadi. Pada hal aku sudah banyak perbuat katanya dalam hati.
Dan beberapa waktu berlalu…..

Duduk sendirian di tempat sepi jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk manusia bumi.“kenapa manusia seeperti itu?….”tanya Dewa dalam hati dengan bertanya pada dirinya sendiri.

“Aku sebenarnya tidak terima dikatakan seperti itu !”. Amarah sang Dewa mulai menguasai hatinya. “Dasar manusia….huh! “ hati sang Dewa bertambah panas.

“Engkau ini siapa berani menilai aku padahal tidak tahu semua yang kulakukan, lagi pula engkau itu manusia tidak bisa apa-apa dibanding aku”. Gerutu sang Dewa.

“….Kenapa! Kenapa? Kenapa! Kenapaaa…..” teriak Dewa sangat keras.

“ aku sudah melakukan banyak hal untuk kepentingan manusia di bumi, namun apa yang aku dapat….(?) malah cacian dari manusia. Apa aku harus meceritakan secara detail semua yang telah aku lakukan! kerjakan! dan usahakan! untuk kesejahteraan dan kebaikan manusia di bumi? (semakin mengerutu…).

“aku ingin ikhlas!” teriak sang Dewa,”..segala yang aku lakukan tidaklah harus secara detail kuceritakan, aku gembar-gemborkan pada semuanya, manusia di bumi dan apa lagi para Dewa yang lain…(?)”. “Tidak ingin”(dengan menggelengkan kepala dan timbul rasa sesal). Tapi……..

…memang kadang harus diutarakan…(pikirnya), namun apakah harus? (ragunya dalam hati). Dasar manusia bumi, engkau manusia tidak tahu apa-apa. Hanya manusia!….hanya manusia!…ya manusia! (masih marah dan jengkel).

Sangat delematis memang, di satu sisi ingin ikhlas tapi satu sisi dia di anggap tidak melakukan apa-apa, melakukan proses yang berdampak pada manusia di bumi. Pada hal dewa telah melakukan banyak hal. Banyak hal yang telah dilakukan disini adalah proses untuk out put-nya nantinya berdampak untuk manusia juga, namun manusia hanya melihat pada out put-nya belum (bukan) melihat dan mengetahui proses sebelum out put.

……..#?!%&*-Proses berjalan-*&%!?#………
Ratusan tahun berjalan dan ribuan hari berlalu,
Siang dan malam berganti,
Entah berapa puluh ribu jam telah berputar.

Dan tiba saatnya….
“SELESAI !”. “alhamdulillah” (terbesit dalam hati).

“akhirnya….”. Tak terasa ternyata telah sampai juga masa si Dewa ini. Secara aturan Kayangan, maka harus melewati seremonial yaitu mempertanggungjawabkan semua aktivitasnya selama menjabat di depan sebuah forum.

Yang terpenting tidak pada “diterima” dan “ditolaknya” sebuah pertanggungjawaban tersebut, namun pada apa yang terjadi pada proses-proses selama itu. Apa yang telah didapat? Apa yang belum didapat? Kenapa belum didapat? Kenapa hanya mendapat itu? Apakah sudah optimal? Bagaimana cara mendapatnya? Ada perbedaan kah yang mendapat dan tidak mendapat kannya? Samakah yang didapat? dan seterusnya….., pertanyaan-pertanyaan semacam itu masih banyak ketika kita (mau) bertanya pada diri kita masing-masing. Semua itu adalah lebih berharga, dari pada sebuah kata yang terucap di forum yaitu “diterima!”.

….pertanyaannya sekarang adalah masihkah kita ingin seperti itu?……atau…..??

Dewa…..dewa……..
Jikalau manusia berjalan di muka bumi, pasti manusia lain banyak yang berkomentar
namun Jikalau Dewa yang berjalan (?) - berjalan dimana ? -, siapa saja yang berkomentar..??
Allahualam…..


** catatan kecil pasca MusyKom XIV, menyongsong MusyKom XV
tgl 22-23 Juli '06


*Oleh: Akhirudin Subkhi
(Ketua Umum PK IMM Hamka UNNES periode 2004/2005)

…..wetan kebon-kulon kebon, lor omah-kidul kuburan…..
-ditulis 14 juli 2005-



Selengkapnya...

This page is powered by Blogger. Isn't yours?